WanToKnow

January 2nd, 2010

Knowledge Management : Sebuah Pengantar

Posted by wandahrul in Artikel-Artikel Knowledge Management

A. Pendahuluan (1)

1.    Sejak awal tahun 90-an para pakar seperti Alvin Toffler (1990), Robert Reich (1991) , James Brian Quinn (1992), dan Peter Drucker (1993) menekankan tentang pentingnya pengetahuan (knowledge) dalam masyarakat dan perekonomian (society and economy) di akhir abad ke-20 dan pada abad ke-21. Menurut Drucker, di era ‘knowledge society’, pengetahuan bukan semata sebagai salah satu sumberdaya (a resource) bersama faktor-faktor produksi tradisional lain seperti buruh, tanah, dan modal, melainkan satu-satunya sumber daya (the only resource).

Toffler menyebut pengetahuan sebagai pengganti seluruh sumberdaya dan merupakan sumber kekuasaan tertinggi dan kunci bagi pergeseran kekuasaan (power-shift). Quinn menekankan bahwa kekuatan sebuah perusahaan tidak lagi terletak pada aset-aset kasat mata, melainkan pada yang non-kasat mata (knowledge-based intangibles), karenanya kemampuan mengelola aset non-kasat mata ini merupakan keahlian yang sangat dibutuhkan oleh para eksekutif (knowledge worker-nya Ducker) di era ini. Reich menyebut keunggulan kompetitif yang sesungguhnya akan terletak pada para ‘symbolic analyst’ yang kaya dengan pengetahuan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah-masalah baru.

2.    Perbincangan yang hangat mengenai pentingnya pengetahuan dalam sebuah perusahaan atau masyarakat di kalangan para ahli di Barat, ternyata masih menyisakan pertanyaan fundamental: bagaimana atau dengan proses seperti apa pengetahuan dapat diciptakan? Adalah Nonaka dan Takeuchi (1995) yang mencoba menjawab pertanyaan ini melalui SECI model (Socialization – Externalization – Combination – Internalization) yang dikembangkannya. Dalam model ini keduanya mengambil studi kasus perusahaan-perusahaan Jepang kelas dunia. Berbeda dengan anggapan umum bahwa Jepang hanya bisa meniru, bukan inovasi, keduanya justru menggambarkan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang sangat inovatif berkat kemampuannya menciptakan pengetahuan baru melalui explorasi dan exploitasi explicit knowledge dan tacit knowledge sekaligus.

3.    Penjelasan Nonaka dan Takeuchi mengenai tacit knowledge sangat mengagumkan, termasuk bagi kalangan Barat. Sekalipun Michael Polanyi (1966) dalam ‘The Tacit Dimension’ sudah memperkenalkan masalah tacit knowledge ini tapi dia belum mampu menjelaskan bagaimana tacit knowledge ini berinteraksi dengan explicit knowledge menjadi sebuah organizational knowledge yang utuh. Kini ketika perbincangan mengenai explorasi dan exploitasi pengetahuan telah menjadi isu tersendiri bernama Knowledge Management (KM) (2) , SECI model Nonaka-Takeuchi menjadi salah satu model yang paling banyak dirujuk dalam literatur KM (3)

B. Apa itu KM?

1.    Seorang kawan teknolog pernah mengungkapkan kebingungannya dengan munculnya istilah Knowledge Management, sebab selama ini dia sudah mengenal Technology Management. Mengapa sekarang lebih menggema istilah KM dibanding TM? Ada beberapa penjelasan tentang masalah ini:
(i)    Knowledge memiliki arti lebih luas dibanding teknologi, dimana teknologi merupakan salah satu jenis knowledge (technological knowledge). Artinya, bila disebut Knowledge Management maka sudah tercakup makna Technology Management
(ii)    Sebagian besar inovasi dewasa ini lebih merupakan sintesa dari existing body of knowledge daripada terobosan teknologi (technological breakthrough). Karena itu dalam literatur tentang inovasi penggunaan Knowledge lebih dominan dibanding Technology.
(iii)    Inovasi sangat komplek, melibatkan beragam aktor (produsen dan konsumen, pemasok dan perakit), beragam rantai nilai (bukan hanya unit R&D, tapi juga unit Produksi, Pemasaran, dsb.), beragam pengetahuan (tasit dan eksplisit, personal dan organisasional). Karena itu dalam tradisi Schumpeterian inovasi mencakup 5 hal: inovasi produk, inovasi proses, penemuan bahan baku baru, perbaikan organisasi, dan penemuan ceruk pasar baru. Kelima cakupan inovasi itu tidak seluruhnya terkait langsung dengan persoalan teknologi.
(iv)    Boleh jadi juga ada alasan subjektif pengembangnya. Para teknolog umumnya tetap prefer dengan istilah Technology Management sambil memperluas makna teknologi sehingga mencakup juga persoalan organisasi dan pemasaran. Sementara para organizational scientist (ilmuwan dan praktisi bidang organisasi) lebih prefer kepada Knowledge Management karena mereka beranggapan teknologi bagian atau salah satu jenis Pengetahuan.

2.    Seperti diungkap di atas, KM lahir dari persoalan daya saing dan inovasi yang sedang dihadapi organisasi atau perusahaan disebabkan terjadinya perubahan paradigma bisnis yang telah menempatkan pengetahuan sebagai isu sentral kinerja organisasi. Di era ini, daya saing (competitiveness) ditentukan oleh sejauh mana perusahaan memiliki kemampuan inovasi terus-menerus (Porter, 1990; Nonaka & Takeuchi, 1995). Dimana kemampuan inovasi (innovativeness) ditentukan oleh seberapa besar organisasi itu memiliki cadangan pengetahuan, kemampuan belajar, dan seberapa intensiv mau melakukan innovative activities.

 3.    Fokus Utama KM adalah bagaimana sebuah organisasi memiliki pengetahuan khas (organization-specific knowledge) yang menjadi core-competence, dimana hasilnya mewujud menjadi sebuah brand-image. Karenanya dalam KM, sebuah organisasi harus secara terus menerus mensintesa dan menciptakan pengetahuan baru. Perdefinisi, pengetahuan adalah informasi yang sudah diberi konteks (context-specific information), karenanya penumpukan informasi (information hoarding) dari luar tidak akan serta-merta membuat sebuah organisasi memiliki pengetahuan khas. Penekanan pada penciptaan pengetahuan khas melalui serangkaian proses kontekstualisasi, learning, sharing, synthesizing, dan inovasi inilah yang membedakan antara Information Management dengan KM.

4.    Context-specific knowledge sangat ditentukan oleh kandungan tacit knowledge, karena itu dalam KM penciptaan pengetahuan baru merupakan proses konversi dua arah antara tacit dan explicit seperti digambarkan dalam SECI model di bawah ini.

5.     Gambar di samping melukiskan proses penciptaan knowledge baru melalui 4 proses konversi: 1. Sosialisai yaitu proses penyebaran tacit knowledge yang dimiliki seorang individu sehingga menjadi dipahami oleh individu lain (tacit ke tacit); 2. Externalisasi yaitu proses menjadikan tacit knowledge yang sudah dipahami bersama menjadi explicit knowledge yang dimiliki kelompok (tacit ke explicit); 3. Combinasi yaitu penggabungan atau sintesa berbagai expicit knowledge yang dimiliki berbagai kelompok menjadi explicit knowledge baru yang dimiliki organisasi (explicit ke explicit); 4. Internalisasi yaitu proses menjadikan explicit knowledge organisasi dipahami dan dipraktekkan oleh setiap individu dalam organisasi (explicit ke tacit). Demikian seterusnya sehingga knowledge stock yang dimiliki organisasi terus membesar seperti arah spiral yang menuju keluar (4).

C. Komponen KM

1.    Disadari bahwa penciptaan pengetahuan baru tak mungkin terjadi pada manajemen yang difahami selama ini yang terfokus pada pengelolaan informasi. Dibutuhkan adanya berbagai ‘enablers’ yang memungkinkan pengetahuan baru dapat tercipta setiap saat. Yang bertugas menyediakan enablers ini adalah para managers (Chief Knowledge Officer, CKO).

2.    Beberapa fungsi CKO adalah:
(i)    Menentukan visi (knowledge vision): penentuan arah mengenai pengetahuan kayak apa yang harus diciptakan
(ii)    Mendefinisikan terus-menerus knowledge assets agar tetap relevan dengan knowledge vision.
(iii)    Menciptakan ‘Ba’ (tempat) bagi proses penciptaan pengetahuan baru dan memberinya energi agar tetap kondusiv
(iv)    Mengarahkan dan menggalakkan SECI process.

3.    Penentuan visi dan mendefinisikan terus-menerus knowledge assets merupakan peran top managers, sementara penciptaan Ba dan pengarahan serta penggalakan SECI process merupakan tugas seluruh manager dalam setiap lapisan.

4.    Ba bukan saja bersifat fisik tapi juga virtual dan mental, dimana ketiganya bersifat saling melengkapi. Sekalipun teknologi intranet (virtual) sangat memungkinkan terjadinya tukar menukar pengetahuan (knowledge sharing) secara masiv, namun komunikasi interpersonal (fisik) tetap diperlukan terutama untuk saling tukar tacit knowledge. Sementara mental model dibutuhkan agar knowledge sharing, baik secara virtual maupun interpersonal, tidak mengalami hambatas psikologis. Ungkapan “the more digital, the more analog” menggambarkan bahwa semakin canggih penerapan suatu sistem IT dalam bisnis justru semakin membutuhkan kemampuan analisa menggunakan conventional analogue knowledge seperti insight tentang kebutuhan partner atau customer. Karenanya, ketiga jenis Ba itu semuanya tetap diperlukan. 

D. Implementasi KM

1.    Jelas bahwa inti dari KM adalah knowledge sharing and creation, sementara IT adalah supporting system atau enabler. Pertanyaannya, bagaimana setiap anggota organisasi memiliki kemauan untuk terlibat dalam sharing dan creation tadi? Ini berakitan dengan persoalan mental model, terutama motivasi. Ada dua jenis motivasi yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Yang pertama muncul karena adanya tarikan dari luar seperti reward, sementara yang kedua lahir dari dorongan internal yang bersangkutan seperti keinginan memberi kontribusi sosial. Yang pertama bersifat temporer, sementara yang kedua dapat diharapkan bersifat langgeng. Untuk itu disamping menyediakan reward, maka yang jauh lebih penting adalah menumbuhkan internal motivation. Ini merupakan bagian dari fungsi CKO dalam menciptakan Ba dan memberinya energi seperti diungkapkan di atas.

2.    Intrinsic motivation sangat tergantung pada kondisi hubungan sosial antara organisasi dengan anggotanya dan antar sesama anggota, yang dalam sosiologi disebut sebagai modal sosial (social capital, SC). Di dalam SC termasuk diantaranya sense of belonging (rasa memiliki organisasi), sense of togetherness (rasa kebersamaan) dan trustworthiness (saling percaya).
Wawancara penulis dengan para penanggung jawab pelaksanaan KM di CIFOR (Center for International Forestry Research), BI (Bank Indonesia), dan PWC (Price Waterhouse and Cooper) pada tahun 2002 menunjukan bahwa persoalan terbesar yang dihadapi ketiga organisasi ini dalam pelaksanaan KM adalah lack of knowledge sharing culture. Padahal, infrastruktur IT yang dimiliki ketiganya sangat canggih, termasuk kategori seamless IT. Hal ini juga terjadi pada salah satu retail Jepang, Itoyokado, yang meskipun IT infranya sangat bagus namun knowledge sharing tidak terjadi (Shinozaki & Nagata, 2003).

 3.    Menyadari hal tersebut, CIFOR merancang program implementasi KM dengan menitik beratkan pada penumbuhan SC ini. CIFOR menyadari bahwa KM adalah terutama persoalan manusia, bukan IT. Seperti tergambar pada poster di samping.

4.    Penerapan KM dalam ketiga organisasi itu memiliki tujuan beragam sesuai jenis usahanya namun secara umum ketiganya bertujuan memenangkan persaingan. Sebagai the big 5,, PWC tentu selalu berusaha menciptakan daya saing agar selalu menjadi terbaik di hadapan cliennya, demikian juga CIFOR sebagai salah satu di antara 16 Future Harvest Centers di bawah CGIAR (Consultative Groups on Intgernational Agricultural Research) selalu berusaha menjadi yang terbaik di hadapan user dan stakeholder sehingga kucuran dana dari donor berjalan lancar. Bagi BI, sekalipun tidak memiliki pesaing secara langsung namun berkepentingan untuk melahirkan kebijakan-kebijakan moneter yang kredibel sehingga citranya direkognisi oleh public nasional secara baik. Bahkan di tingkat regional dan internasional, BI pun berkepentingan untuk menjadi bank central yang dihargai dan diperhitungkan.

5.    Ketiganya percaya bahwa penerapan KM akan membuat mereka memiliki specific knowledge yang akan membuatnya memiliki daya saing lebih baik. Mengingat ketiganya baru melaksanakan KM dalam 2-3 tahun terakhir ini sudah barang tentu hasil dari pelaksanaan KM ini masih perlu kita tunggu.

E. Penutup

1.    KM sebagai sebuah konsep yang tumbuh dan berkembang di negara-negara maju, saat ini lebih banyak mengungkap studi-studi kasus di negara-negara tersebut, secara khusus di institusi perusahaan yang umumnya berskala besar. Masih sedikit kajian-kajian di perusahaan-perusahaan negara-negara berkembang. Adalah sangat bagus bila kita di Indonesia mampu melakukan penelitian mengenai kemungkinan penerapan KM ini di berabagai perusahaan di negara kita dan mencoba merumuskan apa yang perlu disesuaikan dari konsep-konsep KM di negara maju bila diterapkan di negara berkembang.

2.    Adalah juga tak kalah penting untuk meneliti kemungkinan penerapan KM di institusi di luar perusahaan seperti di lembaga pendidikan. Di Jepang, beberapa universitas seperti JAIST dan Hitotsubashi University sedang mencoba menerapkan KM ini. Penerapan KM di lembaga-lembaga apapun diharapkan akan menjadi pendorong tumbuhnya unit-unit produktif yang memiliki daya saing yang tinggi baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Semoga! 

 notes:

 (1)  Makalah ini pernah disampaikan dalam Seminar Program Studi Tata Niaga, Jurusan Ekonomi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tanggal 5 Mei 2004.

(2) Penulis belum (boleh jadi tidak perlu) mengetahui siapa yang pertama kali memperkenalkan istilah Knowledge Management ini. Tokoh-tokoh yang penulis sebutkan sebelumnya lebih banyak berbicara pentingnya Knolwdge dalam manajemen dan organisasi, tapi tidak secara khusus menyebutnya sebagai KM. Bahkan hingga tahun 2000 Nonaka (Krogh, Ichijo, & Nonaka, 2000) menegaskan bahwa knowledge tak dapat dikelola (can’t be managed) melainkan dapat dihidupkan (be enabled). Namun kini, dengan derasnya penyebutan istilah KM, Nonaka dan Takeuchi yang kini keduanya guru besar pada Hitotsubashi University justru menerbitkan buku berjudul ‘Hitotsubashi on Knowledge Management’ (2004) yang menunjukan kesetujuannya dgn istilah KM.

(3)  Dalam survey terkini (Choo & Bontis, 2002) buku Nonaka dan Takeuchi (1995) yang pertama kali memperkenalkan SECI model menjadi buku yang paling banyak dirujuk dalam literatur KM.

(4)  Sebuah organisasi yang tidak mampu melakukan penciptaan pengetahuan maka akan mengalami hal yang sebaliknya yaitu gerak spiral yang menuju ke dalam sehingga tidak lagi memiliki organization-specific knowledge.

Sumber:

http://sohibul-iman.net/index.php?option=com_content&view=article&id=118:knowledge-management-sebuah-pengantar&catid=46:my-tulisan&Itemid=69

January 2nd, 2010

Contoh Penerapan Knowledge Management di Perusahaan

Posted by wandahrul in Artikel-Artikel Knowledge Management

Banyak perusahaan baik di Indonesia maupun luar negeri yang sudah menerapkan knowledge management untuk meningkatkan persaingan bisnis. Unilever Indonesia menjadi organisasi pertama asal Indonesia yang menjadi pemenang Most Admired Knowledge Enterprise (MAKE) Asia. Kriteria yang dimenangkan Unilever masing-masing adalah ‘Menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan secara kolaboratif’, dan ‘Menciptakan organisasi pembelajar’.
Penghargaan tersebut diumumkan di Seoul, 12 Oktober 2005 dalam acara Worl Knowledge Forum. Unilever Indonesia, secara mengejutkan menjadi salah satu dari 14 pemenang MAKE tingkat Asia di tahun ini. Studi MAKE dilaksanakan untuk pertama kalinya di Tanah Air pada tahun 2005. Disusul, pada Juni lalu, Dunamis Organization Services selaku panitia mengumumkan delapan pemenangnya.
Studi MAKE merupakan ajang untuk mengukur komitmen dan kematangan organisasi dalam knowledge management. Studi ini bermanfaat bagi organisasi-organisasi yang ingin mengetahui tingkat kesuksesan mereka dalam hal knowledge strategy jika dibandingkan dengan para pesaing atau perusahaan-perusahaan dunia yang knowledge-driven.
MAKE diharapkan akan mampu mendorong para pemimpin organisasi bisnis dan organisasi nirlaba dalam hal menciptakan intellectual capital dan kekayaan pemegang saham atau kemaslahatan pihak-pihak berkepentingan (stakeholder).
Dimensi penilaian adalah menciptakan budaya perusahaan yang didorong oleh pengetahuan, mengembangkan knowledge workers melalui kepemimpinan manajemen senior, dan menyajikan produk atau jasa atau solusi berbasis pengetahuan. Selain itu, memaksimalkan modal intelektualitas perusahaan, menciptakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan secara kolaboratif, dan menciptakan suatu organisasi pembelajar (http://www.republika.co.id)

Sumber: http://mdany-simeb.blogspot.com/2007/09/contoh-penerapan-knowledge-management.html

January 2nd, 2010

Knowledge Management

Posted by wandahrul in Artikel-Artikel Knowledge Management

Mungkin belum banyak diantara kita yang mendengar tentang Knowledge Management yang biasa disingkat KM. KM memang belum memiliki definisi formal. Tapi secara konseptual, KM merupakan kegiatan organisasi dalam mengelola pengetahuan sebagai aset, dimana dalam berbagai strateginya ada penyaluran pengetahuan yang tepat kepada orang yang tepat dan dalam waktu yang cepat, hingga mereka bisa saling berinteraksi, berbagi pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari demi peningkatan kinerja organisasi.

Majalah Fortune pada tahun 1999 pernah mengeluarkan peringkat 15 perusahaan urutan teratas hasil market valuation atas 500 perusahaan kelas dunia yang paling sukses. Hasilnya, Microsoft bertengger di urutan pertama, disusul Nokia, Fuji, Xerox, dan seterusnya. Apa kiat sukses mereka? Jawabannya adalah: mereka berhasil mengelola pengetahuan sebagai aset strategis, dan menjadikan pengetahuan sebagai salah satu indikator utama keberhasilan.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Jadi, modal utama perusahaan-perusahaan itu tidak lagi terfokus pada aset yang tangible (tanah, bangunan, uang) melainkan telah berubah ke aset intangible (brand recognition, patent, customer loyalty dll) yang merupakan wujud kreatifitas dan inovasi yang bersumber pada pengetahuan.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Sebagai suatu aset yang strategis, pengetahuan harus dikelola dan dikembangkan. Dengan manajemen pengetahuan yang efektif, akan tercipta iklim yang kondusif atau budaya belajar dan berbagi pengetahuan, sehingga pengetahuan para individu yang sangat beragam menjadi mudah dipadukan hingga menjadi pengetahuan organisasi atau perusahaan. Sasarannya: menghasilkan berbagai keunggulan. Jadi, jargonnya adalah: “individual knowledge is nothing, but shared knowledge is power”.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Menggalang ”Knowledge Worker”
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Pada tataran praktek, Amrit Tiwana (2000) menjelaskan KM sebagai sebuah konsep dimana perusahaan mengelola pengetahuan organisasi secara efektif guna menciptakan business value dan competitive advantage. Pengetahuan yang semula milik individu, kini menjadi milik perusahaan, dan dapat digunakan serta disebarluaskan untuk kepentingan perusahaan. Konsep ini berorientasi pada pembentukan kowledge worker dalam perusahaan, seperti yang ditulis Peter F. Drucker dalam bukunya Landmark of Tomorrow di tahun 1959. Menurutnya, seorang pekerja yang efektif akan mengandalkan pengetahuannya dan tidak terbatas pada kemampuannya saja.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Metode ini kemudian dikembangkan oleh Ikujiro Nonaka (1987,1998) dalam tulisannya The Knowledge Creating Company, dimana Nonaka lebih memfokuskan pada optimalisasi penggunaan pengetahuan yang telah ada dalam perusahaan, agar menghasilkan pengetahuan yang baru, hingga proses kreativitas menjadi faktor utama. Di dalam proposisinya, Nonaka banyak mengambil contoh pengalaman dari perusahaan Jepang di bidang otomotif, seperti Honda, Toyota, yang mampu memapakkan kaki secara kokoh dalam persaingan dunia otomotif yang sangat ketat, berkat inovasi yang berkelanjutan.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Mengelola Mindset
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Konsep KM seringkali disalah tafsirkan sebagai suatu bentuk teknologi informasi, padahal sesungguhnya tidak demikian, meski harus diakui banyak konsep dan strategi KM berasal dari kalangan industri teknologi informasi. Memang teknologi informasi berperan besar dalam menentukan tingkat keberhasilan inisiatif KM.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Namun, perlu digarisbawahi bahwa inti utama dari implementasi suatu strategi KM adalah manusia, dengan fokus mengelola mindset (pola pikir) dan perilaku manusia dalam suatu organisasi. Sistem informasi yang didukung oleh teknologi informasi hanyalah pendukung. Hal yang sangat penting adalah bagaimana mendorong agar terjadi suatu perubahan (change) dalam cara memimpin, cara bekerja, dan cara berfikir yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi suatu kebiasaan atau budaya baru.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Change management dengan rambu etika yang ketat sesungguhnya merupakan inti pokok implementasi KM. Penyebarluasan etika KM membutuhkan perjalanan panjang, tidak ada jalan pintas, dan oleh karena itu harus segera dimulai. Kalau tidak, perusahaan yang tidak melakukan perubahan dalam konsep KM tidak akan mampu bertahan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
KM di Indonesia
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Di Indonesia, belum banyak yang menerapkan KM, namun berangsur jumlahnya meningkat. Diskusi mengenai KM juga telah merambah ke dunia akademis. Contohnya, Seminar Nasional “Knowledge Management & Competitive Value: Key Success Factors in Business” yang pernah digelar di Universitas Widyatama dan Institut Teknologi Bandung dihadiri ratusan peserta yang mewakili kalangan akademisi, profesional bisnis, dan birokrat.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Yang dapat ditangkap dari seminar tersebut adalah, bahwa insiatif KM bukan hanya penting bagi dunia bisnis untuk menghadapi persaingan pasar yang semakin ketat, akan tetapi juga relevan bagi lembaga publik karena kecenderungan meningkatnya tuntutan stakeholders terhadap kinerjanya dalam era demokrasi.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Dengan begitu, inisiatif KM ini sangat mendesak untuk diimplementasikan oleh setiap organisasi atau perusahaan untuk meningkatkan daya saing. Sejumlah perusahaan swasta yang menonjol dalam penerapan KM tercatat, antara lain, PT Unilever, Toyota Astra, Bank Niaga, dan Bank Danamon. Dari lembaga publik terdapat Bank Indonesia (BI), yang masuk 5 dari 10 penerima MAKE Award 2006.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Harus disadari bahwa mengimplementasikan KM tidaklah mudah. Ini karena KM menuntut perubahan perilaku kerja di seluruh jajaran, dari tingkat tertinggi sampai terendah. Padahal budaya kerja yang ada sudah sangat melekat dalam diri setiap orang dalam organisasi. Para pegawai telah merasa nyaman dengan berbagai fasilitas dan lingkungan kerja yang ada, sehingga pada tahap awal muncul resistensi.
Knowledge Management oleh Muhibbullah Azfa Manik
Oleh sebab itu, strategi KM sebaiknya menghindar dari pendekatan big bang. Ambillah pendekatan slow start dengan arah jangka panjang yang jelas dan dilakukan secara konsisten.***

Sumber: http://bung-hatta.info/tulisan_189.ubh

January 2nd, 2010

Knowledge Management dan Kiat Praktisnya

Posted by wandahrul in Artikel-Artikel Knowledge Management

by Romi Satria Wahono

kmcartoon.gifKnowledge management adalah konsep dan jargon besar yang susah diimplementasikan. Apa saking sulitnya dipahami sehingga susah diimplementasikan? Atau apa karena perlu tool yang mahal dan canggih sehingga tidak mudah diterapkan? Atau mungkin karena dosen dan pengajar knowledge management terlalu berteori setinggi langit sampai malah lupa untuk memanage pengetahuannya sendiri? Hehehe mungkin terakhir ini jadi faktor utama. Menurut saya, knowledge management itu mudah, murah dan wajib menjadi perilaku keseharian kita. Ini topik diskusi yang saya angkat ketika mengisi Workshop yang diselenggarakan oleh Divisi Komunikasi (Communication Team) Pertamina beberapa waktu yang lalu. BTW, Workshop ini dilakukan dalam rangka mensukseskan program Transformasi Pertamina menuju persaingan baru. Selain saya yang membawakan tema Knowledge Management dan Learning Organization, di jadwal tertulis nama Prof Roy Sembel yang menyajikan tema Investor Relation.  

APA ITU KNOWLEDGE MANAGEMENT 

Diskusi saya awali dengan ungkapan Peter Drucker yang sangat terkenal, yaitu:

the basic economic resource is no longer capital, nor natural resources, not labor. It is and will be knowledge

Ya perubahan dunia ini mengarah ke fenomena bahwa sumber ekonomi bukan lagi dalam bentuk money capital atau sumber daya alam, tapi ke arah knowledge capital. Justru karena knowledge alias pengetahuan ini kedepannya memegang peranan penting, karena itu harus kita kelola.

Organisasi dan perusahaan di dunia ini sebenarnya sudah sejak lama menderita kerugian karena tidak mengelola pengetahuan pegawainya dengan baik. Konon kabarnya di suatu institusi pemerintah, hanya karena PNS yang sudah 30 tahun mengurusi listrik dan AC masuk masa pensiun, sehari setelah itu listrik dan AC masih belum menyala ketika para pegawai sudah masuk kantor. Ya, tidak ada yang menyalakan listrik dan AC, karena hanya si PNS itu yang tiap pagi selama 30 tahun menyalakan listrik dan AC. Bahasa ngoko alus-nya:

when employees leave a company, their knowledge goes with them …

Organisasi dan perusahaan tidak mengelola pengetahuannya dengan baik, sehingga transfer pengetahuan tidak terjadi. Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level untuk:

  • Mengetahui kekuatan (dan penempatan) seluruh SDM
  • Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu mengulang proses kegagalan
  • Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada
  • Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar-masuk SDM

Nah, sebenarnya yang berkewajiban mengelola pengetahuan itu individunya atau organisasinya? Sebenarnya setiap orang harus mengelola pengetahuan mereka sendiri, karena yang paling berkepentingan mendapatkan manfaat dari pengelolaan pengetahuan itu adalah individu. Ketika semua pengetahuan yang saya dapat ketika bekerja, part time atau menggarap project saya explicit-kan dalam bentuk tulisan. Kemudian saya simpan rapi dan kalau perlu saya database-kan sehingga muda saya cari kembali, ini semua membantu dan mempercepat kerja saya ketika masalah serupa datang. Kalaupun saya pindah kerja, knowledge base yang saya miliki tadi menjadi “barang berharga” yang bisa saya “jual” dalam bentuk skill dan kemampuan ke perusahaan baru.

Knowledge management itu mudah? Ya, mudah dan kita sudah melaksanakannya selama ini kan Kalau nggak percaya cek animasi di bawah deh, itu contoh mudah knowledge management.

contohkm.gif

Nah dari gambar diatas, kita jadi tahu, KNOWLEDGE atau PENGETAHUAN yang berkali-kali kita bicarakan itu sebenarnya makhluk apa. Pengetahuan itu bisa dibagi menjadi dua:

  1. Explicit Knowledge: pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain. Dari contoh di atas, ketika seorang member milis memberi solusi dari buku, maka sebenarnya itu adalah bentuk explicit knowledge.

  2. Tacit Knowledge: pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Nah dari contoh di atas, ketika seorang member milis menjawab berdasarkan pengalaman dia, hasil ngoprek atau nggak sengaja dapat solusi misalnya, itu semua adalah tacit knowledge. Tacit knowledge ini kadang susah kita ungkapkan atau kita tulis. Contohnya, seorang koki hebat kadang ketika menulis resep masakan, terpaksa menggunakan ungkapan “garam secukupnya” atau “gula secukupnya”. Soalnya memang dia sendiri nggak pernah ngukur berapa gram itu garam dan gula, semua menggunakan know-how dan pengalaman selama puluhan tahun memasak. Itulah kenapa Michael Polyani mengatakan bahwa pengetahuan kita jauh lebih banyak daripada yang kita ceritakan

MEMAHAMI KNOWLEDGE SPIRAL ALIAS SECI  

Legenda knowledge management tentu tidak bisa kita lepaskan dari Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Nonaka menceritakan bagaimana success story Matsushita Electric pada tahun 1985 ketika mengembangkan mesin pembuat roti.

Konon pada era tahun 1985, Matsushita Electric menemui kesulitan besar dalam produksi mesin pembuat roti. Mereka selalu gagal dalam percobaan yang dilakukan. Kulit luar roti yang sudah gosong padahal dalamnya masih mentah, pengaturan volume dan suhu yang tidak terformulasi, adalah pemandangan sehari-hari dari percobaan yang dilakukan. Adalah seorang pengembang software matsushita electric bernama Ikuko Tanaka yang akhirnya mempunyai ide cemerlang untuk pergi magang langsung ke pembuat roti ternama di Osaka International Hotel. Dia dibimbing langsung oleh sang pembuat roti ternama tersebut untuk belajar bagaimana mengembangkan adonan dan teknik khusus lainnya.

Selesai magang dia presentasikan seluruh pengalaman yang didapat. Pada engineer Matsushita Electric menerjemahkannya dengan penambahan part khusus dan melakukan perbaikan lain pada mesin. Percobaan yang dilakukan akhirnya sukses. Dan produk mesin pembuat roti tersebut akhirnya memecahkan rekor penjualan alat perlengkapan dapur terbesar pada tahun pertama pemasaran.

Ikujiro Nonaka membuat formulasi yang terkenal dengan sebutan SECI atau Knowledge Spiral. Konsepnya bahwa dalam siklus perjalanan kehidupan kita, pengetahuan itu mengalami proses yang kalau digambarkan berbentuk spiral, proses itu disebut dengan Socialization – Externalization – Combination – Internalization. Oh ya, saya pernah tulis artikel tentang spiralisasi pengetahuan ini di IlmuKomputer.Com plus dengan edisi yang berbeda juga saya masukkan ke Jurnal Dokumentasi dan Informasi BACA yang diterbitkan oleh LIPI.

seci.gif
  1. Proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang kita miliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang kita dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu. Dan tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya.

  2. Proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk kita implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas diri sendiri. Kita bisa menghubungkan dan mengkombinasikan explicit knowledge yang ada menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.

  3. Proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Dari keempat proses yang ada, mungkin hanya inilah yang telah kita lakukan. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak saya dapatkan dari buku tersebut.

  4. Proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Ini adalah hal yang juga terkadang sering kita lupakan. Kita tidak manfaatkan keberadaan kita pada suatu pekerjaan untuk belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan kita terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Yang tentu saja ini nanti akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses kita menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil kita produksi pada proses eksternalisasi.

KIAT MENGELOLA PENGETAHUAN 

Sebelum terlalu ke langit, implementasi knowledge management untuk diri kita gimana yah? Paling tidak jangan lupakan beberapa hal yang mungkin sepele seperti di bawah. Saya sendiri menganggap bahwa kiat di bawah adalah best practice knowledge management untuk individu.

  • Atur dan rapikan file-file yang sudah kita download dari berbagai situs, buat kategori yang baik, masukkan file-file ke dalan kategori tersebut. Buat aturan penamaan file yang mudah mengingatkan kita dan mempermudah pencarian kembali. Misalnya masukkan semuanya dalam folder bernama References

  • Usahakan menuliskan segala pengalaman yang kita dapat, dari hal sepele pengalaman ngurusi kambing untuk idul adha, pengalaman mengadakan workshop di kampus, pengalaman memimpin BEM, tips dan trik mendapatkan IPK yang baik, dsb. Ditulis dimana? Bisa gunakan word processor, emacs, notepad atau apapun. Supaya pengalaman kita bisa dimanfaatkan orang lain, sebaiknya tulis di blog kita. Bahkan dengan blog, proses SECI atau knowledge spiral yang diteorikan Nonaka bisa kita implementasikan dengan mudah. Seluruh kegiatan blogosphere dari blogging, blogwalking, kategorisasi posting, trackback, pingback, social networking, diskusi di kolom komentar adalah proses SECI itu sendiri. Bagi saya pribadi, blog RomiSatriaWahono.Net adalah aktualisasi diri, kehidupan dan karir saya

  • Simpan dan rapikan segala tugas mandiri di kampus, paper, artikel, laporan atau buku yang kita tulis, juga jangan lupa tugas akhir kita buat. Buatlah backup secara berkala. Semua karya kita adalah knowledge penting yang kita miliki, menghilangkan mereka adalah menghilangkan sebagian pengetahuan yang kita miliki. Saya sendiri masih menyimpan semua tulisan yang saya tulis dari pertama kali ikut conference di Jepang tahun 1997 (tingkat 2 program undergraduate) sampai semua tulisan saya sekarang. Saya biasa menyimpan dalam folder Publications

  • Catat semua track record kegiatan kita dan karya kita dalam Curriculum Vitae (CV) kita. Jangan sampai ada yang terlewat, buat supaya kita bisa mengedit secara berkala CV kita dengan mudah. Sepele bagi kita belum tentu sepele bagi orang yang merekrut kita nanti. Siapa tahu kegiatan kita menjadi aktifis remaja masjid di kampus malah menjadi poin tersendiri ketika kita masuk ke perusahaan besar yang ternyata milik keluar kerajaan Saudi … hehehe. Saya sendiri selalu mengupdate CV secara berkala , bagi saya CV bukan hanya untuk mencari pekerjaan, tapi untuk mengelola dan mencatat seluruh aktifitas kita selama hidup. Jadi nggak perlu heran atau sirik kalau CV saya mencapai 36 halaman , soalnya memang bukan untuk nyari kerja. Saya biarkan pekerjaan yang mencari saya. Lho kok bisa? Saya biarkan google dan seluruh mesin pencari mengindeks CV saya, maka tanpa perlu mencari pekerjaan, pekerjaan yang akan memburu kita

Maaf kepanjangan. Mudah-mudahan teman-teman semua semakin termotivasi untuk mengelola pengetahuannya masing-masing. Ingat, tidak ada yang peduli dengan pengetahuan kita, kecuali diri kita sendiri 😉

REFERENSI

  1. Peter F. Drucker, The Coming of the New Organization, 1988
  2. Ikujiro Nonaka, The Knowledge Creating Company, 1991
  3. David A. Garvin, Building a Learning Organization, 1993
  4. Romi Satria Wahono, Menghidupkan Pengetahuan Sudahkah Kita Lakukan?, Jurnal Dokumentasi dan Informasi – Baca, LIPI, 2005

Sumber: http://romisatriawahono.net/2008/05/06/knowledge-management-dan-kiat-praktisnya/

January 2nd, 2010

3 Tips Praktis Membangun Knowledge Management

Posted by wandahrul in Artikel-Artikel Knowledge Management

Knowledge-based economy, demikian sebuah kosa kata yang kini makin acap terdengar. Frasa itu secara eksplit juga makin meneguhkan pentingnya makna pengetahuan bagi eksistensi sebuah organisasi – entah itu organisasi bisnis ataupun organisasi publik.

Dalam konteks itulah, kini juga makin mendesak sebuah kebutuhan bagi setiap organisasi untuk membangun apa yang disebut sebagai knowledge management atau manajemen pengetahuan. Knowledge management atau sering disingkat KM sendiri sejatinya dapat diartikan sebagai sebuah tindakan sistematis untuk mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan mendistribusikan segenap jejak pengetahuan yang relevan kepada setiap anggota organisasi tersebut, dengan tujuan meningkatkan daya saing organisasi.

Di Indonesia sendiri, konsep dan aplikasi dari knowledge management ini sudah makin berkembang dengan baik. Bahkan ada sebuah organisasi konsultan, yakni Dunamis (pemegang lisensi Stephen Covey di Indonesia) yang memberikan award tahunan bagi perusahaan di Indonesia yang dianggap terbaik dalam penerapan knowledge management. Award itu disebut MAKE (Most Admired Knowledge Enterprises), dan tiga pemenang utama untuk tahun 2008 ini adalah Excelkomindo Pratama (XL), Astra International dan Telkom Indonesia.

Lalu langkah apa saja yang mesti dilakukan untuk mengembangkan knowledge management yang tangguh? Berikut tiga tips praktis yang mungkin bisa dirajut guna menata knowledge management yang efektif.

Langkah yang pertama adalah membangun apa yang bisa disebut sebagai Portal Pengetahuan secara internal (intranet knowledge portal). Dalam portal yang bisa diakses oleh setiap anggota perusahaan inilah, disusun beragam folder dan menu pengetahuan yang relevan. Isinya bisa menyangkut artikel-artikel tentang manajemen praktis; paper mengenai dinamika industri bisnis yang digeluti; materi-materi pelatihan internal; ataupun juga berupa paper pengalaman dari karyawan perusahaan tersebut dalam mengerjakan sebuah projek tertentu.

Dulu ketika saya masih bekerja pada sebuah perusahaan konsultan asing, firma saya ini menyediakan sebuah portal pengetahuan yang sangat ekstensif. Salah satu menu favorit kami adalah “lesson learned paper” yang berisikan poin-poin penting apa – baik poin kegagalan ataupun keberhsilan — yang diperoleh ketika rekan-rekan kami mengerjakan projek konsultasi untuk para kliennya di berbagai negara di dunia. Melalui paper ini, “learning curve” kami dapat bergerak dengan cepat lantaran adanya proses saling berbagai pengetahuan dari beragam sumber di beragam tempat.

Lalu, siapa yang mestinya mengelola portal pengetahuan ini? Idealnya mesti ada satu dedicated person yang bertugas mengidentifikasi, mengkodifikasi dan menata beragam sumber pengetahuan yang relevan (sebutannya adalah “knowledge officer”). Orang ini tentu mesti dibantu oleh tim IT untuk menyiapkan infrastruktur database dan portal intranet tersebut.

Langkah praktis kedua adalah dengan mentradisikan semacam pertemuan Knowledge Sharing Session, selama sekitar 2 jam, setidaknya setiap bulan sekali. Sharing session ini bisa dilakukan secara corporate-wide, atau dilakukan per departemen/divisi. Bisa dilakukan dengan mengundang narasumber dari luar atau internal. Materinya bisa berupa pengetahuan manajemen praktis ataupun pengalaman karyawan dalam mengerjakan sebuah tugas/projek. Hasil sharing session ini kemudian juga bisa di-upload ke Portal Pengetahuan, sehingga setiap karyawan bisa mengakses materinya. Knowledge sharing session ini akan sangat bermanfaat dalam menggali dan mendistribusikan potensi pengetahuan yang ada dalam diri setiap karyawan perusahaan.

Langkah praktis ketiga adalah dengan menerbitkan semacam Online Knowledge Buletin. Buletin ini dapat diterbitkan sebulan atau dua bulan sekali, dan berisikan update pengetahuan-pengetahuan mutakhir mengenai manajemen/bisnis ataupun mengenai dinamika industri yang ditekuni oleh perusahaan tersebut (beragam artikel yang ada di blog ini juga sangat cocok menjadi materi buletin itu…..hehehehe). Buletin ini sebaiknya didistribusikan melalui multimedia email (email multimedia maksudnya email yang isinya variatif, penuh warna dan elemen visual lainnya; jadi berbeda dengan email tradisional yang garing dan biasa Anda terima itu). Melalui knowledge buletin ini, pengetahuan setiap karyawan perusahaan Anda bisa terus disegarkan dan ter-upate; jadi tidak lapuk ketinggalan zaman.

Demikianlah tiga langkah praktikal yang mungkin bisa Anda lakukan untuk mulai membangun knowledge management system di kantor/perusahaan Anda. Sebuah tindakan untuk merawat, menyemai dan memupuk benih-benih gagasan setiap insan demi tumbuhnya sebuah taman pengetahuan yang indah nan mencerahkan.

Sumber : http://strategimanajemen.net/2008/07/21/3-tips-praktis-membangun-knowledge-management/